Keadaan Hutan Indonesia Saat Ini
Luas hutan Indonesia pada 2007
tercatat mencapai 132,397 juta hektare. Hal ini setara 70 persen dari luas
wilayah Indonesia. Namun, selama dalam rentang 2009 – 2010 laju deforestasi dan
degradasi hutan cukup memprihatinkan, karena telah mencapai 1,125 juta hectare.
Kerusakan itu akibat dari kegiatan pembalakan liar, kebakaran dan perambahan lahan kritis, pertambangan dan perkebunan yang tercatat mencapai angka sangat mengkhawatirkan, hingga seluas 77,8 juta hektare.
“Lembaga penegakkan hukum yang ada saat ini serta Kementerian Kehutanan, belum berjalan efektif dalam rangka pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan," kata Ketua Kelompok Komisi (Kapoksi) DPR RI Komisi IV dari Fraksi PKS Rofi’ Munawar dalam rilisnya di Jakarta, Sabtu (14/1).
Dengan kondisi seperti itu, lanjut
dia, pemerintah dan DPR perlu membahas RUU Pencegahan dan Penindakan Pembalakan
Liar. Namun, hal itu tidak mudah, karena mengalami jalan buntu. "DPR
menginginkan adanya badan tersendiri yang menangani pembalakan hutan. Badan itu
memiliki kedudukan serta proses pemilihan dalam lembaga baru ini bersifat
independen dengan harapan ada akselerasi terhadap penanganan kerusakan hutan,
" katanya.
Atas terjadi jalan buntu hingga saat
ini keputusan akhir rapat diserahkan kepada pimpinan DPR untuk dilakukan
langkah-langkah strategis lanjutan. ”Bila RUU P3H ternyata gagal di tingkat
pimpinan DPR, maka secepatnya perlu didorong revisi terhadap UU Nomor 41 Tahun
1999 tentang Kehutanan. Revisi dilakukan khususnya menambah serta memperkuat
pasal – pasal penindakan terhadap kejahatan perusakan hutan," ujarnya
Sementara itu, Dekan Fakultas Kehutanan UGM Mochammad Na’iem menyatakan bahwa tata kelola hutan di Indonesia makin lemah, sehingga membuat angka laju kerusakan hutan relatif tinggi. Laju kerusakan hutan di Indonesia mencapai 1,08 juta hektare per tahun. “Penyebab kerusakan hutan adalah lemahnya pemantapan hutan yang ditandai dengan buruknya pengelolaan sumber daya hutan,” ungkapnya.
Sementara itu, Dekan Fakultas Kehutanan UGM Mochammad Na’iem menyatakan bahwa tata kelola hutan di Indonesia makin lemah, sehingga membuat angka laju kerusakan hutan relatif tinggi. Laju kerusakan hutan di Indonesia mencapai 1,08 juta hektare per tahun. “Penyebab kerusakan hutan adalah lemahnya pemantapan hutan yang ditandai dengan buruknya pengelolaan sumber daya hutan,” ungkapnya.
Menurut dia, pemerintah juga belum
tegas menentukan luasan areal hutan mana yang seharusnya dilindungi dan mana
yang dialihfungsikan. Sejak digulirkannya otonomi daerah, banyak kasus yang
terjadi di lapangan adalah suatu otonomi yang tidak dibarengi profesionalisme
pengelola hutan skala lokal.
Saat ini, imbuh Na’iem semakin
banyak areal hutan yang dijadikan areal permukiman, perkebunan dan
pertambangan. “Jika masih mengklaim hutan Indonesia sekitar 120 juta, maka
jumlah luas hutan itu jangan diutak-atik. Kenyataan sekarang, hutan tersebut
diganggu oleh (perkebunan) sawit, transmigrasi, dan tambang,” tandasnya.
Ia menambahkan, sektor kehutanan
masih sebatas komoditas politik yang diperebutkan oleh sebagian penguasa dan
pengusaha untuk kepentingan kekuasaan sesaat. “Sudah saatnya tata kelola hutan
itu dimantapkan sebagai kunci hutan jadi lestari,” ujar Na’iem mengingatkan.
Badan PBB untuk Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Budaya (UNESCO) memasukan hutan hujan tropis Sumatera dalam ‘Daftar Warisan Dunia pada Kondisi Bahaya’ bersama Cagar Alam Rio Platano di Honduras.
Badan PBB untuk Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Budaya (UNESCO) memasukan hutan hujan tropis Sumatera dalam ‘Daftar Warisan Dunia pada Kondisi Bahaya’ bersama Cagar Alam Rio Platano di Honduras.
Masuknya dua warisan dunia ini ditetapkan
dalam sidang tahunan UNESCO pada akhir tahun lalu. Hutan Sumatera yang masuk
daftar Warisan Dunia pada 2004 itu, ditetapkan dalam bahaya untuk mengatasi
pembalakan liar, perluasan perkebunan dan pembangunan jalan.
Sebenarnya, sejak 2004, hutan Sumatera sudah disarankan masuk daftar bahaya. Tapi baru pada 2011 lalu, resmi dimasukkan. Dengan masuknya hutan Sumatera dalam daftar bahaya ini, diharapkan ada upaya restorasi segera. Hal ini menandakan sebuah pesan pada dunia internasional untuk mendukung kawasan ini.
Sebenarnya, sejak 2004, hutan Sumatera sudah disarankan masuk daftar bahaya. Tapi baru pada 2011 lalu, resmi dimasukkan. Dengan masuknya hutan Sumatera dalam daftar bahaya ini, diharapkan ada upaya restorasi segera. Hal ini menandakan sebuah pesan pada dunia internasional untuk mendukung kawasan ini.
Sementara Hutan Perawan Komi,
kawasan alam pertama Rusia yang masuk Daftar Warisan Dunia, tidak masuk
kategori bahaya. Padahal izin penambangan emas di lokasi ini sebenarnya telah
membuatnya pantas masuk daftar bahaya.
Sedangkan Cagar Alam Rio Platano
masuk daftar bahaya, justru karena permintaan pemerintahnya. Kawasan ini telah
diramaikan pemukiman liar, penangkapan ikan ilegal, pembalakan liar dan
sejumlah proyek konstruksi yang mengancam ekosistem setempat.
Sumatera memiliki beberapa cagar alam yang dilindungi, yang terbentang dari Nanggroe Aceh Darussalam sampai Lampung. Di Aceh terdapat Taman Nasional Leuser, di Sumatera Barat dan Jambi terdapat Taman Nasional Kerinci Seblat. Namun, kondisinya sangat memprihatinkan akibat ulah pengusaha dan penguasa.
Sumatera memiliki beberapa cagar alam yang dilindungi, yang terbentang dari Nanggroe Aceh Darussalam sampai Lampung. Di Aceh terdapat Taman Nasional Leuser, di Sumatera Barat dan Jambi terdapat Taman Nasional Kerinci Seblat. Namun, kondisinya sangat memprihatinkan akibat ulah pengusaha dan penguasa.
No comments:
Post a Comment