Saat ini tidak mudah untuk memaparkan kondisi hukum di
Indonesia tanpa adanya keprihatinan yang mendalam mendengar ratapan masyarakat
yang terluka oleh hukum, dan kemarahan masyarakat pada mereka yang memanfaatkan
hukum untuk mencapai tujuan mereka tanpa menggunakan hati nurani.
Dunia hukum di Indonesia tengah mendapat sorotan yang amat
tajam dari seluruh lapisan masyarakat, baik dari dalam negri maupun luar negri.
Dari sekian banyak bidang hukum, dapat dikatakan bahwa hukum pidana menempati
peringkat pertama yang bukan saja mendapat sorotan tetapi juga celaan yang luar
biasa dibandingkan dengan bidang hukum lainnya.
Bidang hukum pidana merupakan bidang hukum yang paling mudah
untuk dijadikan indikator apakah reformasi hukum yang dijalankan di Indonesia
sudah berjalan dengan baik atau belum. Hukum pidana bukan hanya berbicara
tentang putusan pengadilan atas penanganan perkara pidana, tetapi juga meliputi
semua proses dan sistem peradilan pidana. Proses peradilan berawal dari
penyelidikan yang dilakukan pihak kepolisian dan berpuncak pada penjatuhan
pidana dan selanjutnya diakhiri dengan pelaksanaan hukuman itu sendiri oleh
lembaga pemasyarakatan. Semua proses pidana itulah yang saat ini banyak
mendapat sorotan dari masyarakat karena kinerjanya, atau perilaku aparatnya
yang jauh dari kebaikan.
Di tahun 2005, kita dapat mengatakan semua institusi penegak
hukum dalam proses pidana mendapat sorotan yang tajam. Dari kepolisian kita
akan mendengar banyaknya kasus penganiayaan dan pemerasan terhadap seorang
tersangka yang dilakukan oknum polisi pada saat proses penyidikan. Terakhir
perihal pemerasaan terhadap seorang tersangka tersebut telah meyeret beberapa
perwira tinggi di kepolisian.
Institusi kejaksaan juga tidak luput dari cercaan, dengan
tidak bisa membuktikannya kesalahan seorang terdakwa di pengadilan, bahkan
terakhir muncul satu kasus dimana jaksa gagal melaksanakan tugasnya sebagai
penegak hukum yang baik setelah surat dakwaannya dinyatakan tidak dapat
diterima. Adanya surat dakwaan yang tidak dapat diterima oleh majelis hakim,
menunjukkan bahwa jaksa tersebut telah menjalankan tugasnya dengan dengan tidak
profesional dan bertanggung jawab. Ironisnya tidak diterimanya surat dakwaan
tersebut disebabkan karena hampir sebagian besar tanda tangan di berita acara
pemeriksaan (BAP) merupakan tanda tangan palsu.
Akhirnya proses pidana sampai di tangan hakim (pengadilan)
untuk diputus apakah terdakwa bersalah atau tidak. Hakim sebagai orang yang
dianggap sebagai ujung tombak untuk mewujudkan adanya keadilan, ternyata tidak
luput juga dari cercaan masyarakat. Banyaknya putusan yang dianggap tidak adil
oleh masyarakat telah menyebabkan adanya berbagai aksi yang merujuk pada
kekecewaan pada hukum.
Banyaknya kekecewaan terhadap pengadilan (hakim) ini terkait
dengan merebaknya isu mafia peradilan yang terjadi di tubuh lembaga berlambang
pengayoman tersebut. Institusi yang seharusnya mengayomi hukum ini sempat
menyeret nama pimpinan tertingginya sebagai salah satu mafia peradilan.
Meskipun kebenarannya sampai saat ini belum terbukti, namun kasus ini
menunjukkan bahwa pengadilan masuk sebagai lembaga yang tidak dipercaya oleh
masyarakat.
Mafia peradilan ternyata tidak hanya menyeret nama hakim
semata, tetapi justru sudah merebak sampai pegawai-pegawainya. Panitera
pengadilan yang tugasnya tidak memutus perkara ternyata juga tidak luput dari
jerat mafia suap. Bahkan kasus suap ini telah menyeret beberapa nama sampai ke
pengadilan. Ironisnya mafia ini juga sampai ke tangan para petugas parkir atau
petugas lain yang aa pada institusi pengadilan. Sungguh ironis sekali kenyataan
yang kita lihat sampai akhir tahun ini, terkait dengan mafia peradilan.
Pengacara (advokat) sebagai salah satu komponen yang seharusnya ikut menegakkan
hukum ternyata juga ikut andil dalam mafia peradilan yang semakin membuat
bopeng wajah hukum Indonesia. Pengacara sebagai profesi yang biasa dikatakan
sebagai profesi independen juga telah menyeret mantan hakim untuk masuk dalam
mafia peradilan.
Uraian di atas menunjukkan betapa memprihatinkannya hukum di
Indonesia. Mungkin yang tidak mendapat sorotan adalah lembaga pemasyarakatan
karena tidak banyak orang yang mengamatinya. Tetapi lembaga ini sebenarnya juga
tidak dapat dikatakan sempurna. Lembaga yang seharusnya berperan dalam
memulihkan sifat para warga binaan (terpidana) ternyata tidak dapat menjalankan
tugasnya dengan baik. Jumlah narapidana yang melebihi dua kali lipat dari
kapasitasnya menjadikan nasib nasib narapidana juga semakin buruk. Mereka tidak
tambah sadar, tetapi justru belajar melakukan tindak pidana baru setelah
berkenalan dengan narapidana lainnya. Tentunya ini jauh dari konsep pemidanaan
yang sesungguhnya bertujuan untuk merehabilitasi terpidana.
Keprihatinan yang mendalam tentunya melihat reformasi hukum
yang masih berjalan lambat di tahun 2005 ini, dan belum memberikan rasa
keadilan bagi masyarakat. Tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa pada
dasarnya apa yang terjadi akhir-akhir ini merupakan ketiadaan keadilan yang
dipersepsi masyarakat (the absence of justice). Ketiadaan keadilan ini
merupakan akibat dari pengabaian hukum (diregardling the law), ketidakhormatan
pada hukum (disrespecting the law), ketidakpercayaan pada hukum (distrusting
the law) serta adanya penyalahgunaan hukum (misuse of the law).[7]
SUMBER :
http://makalahmajannaii.blogspot.com/
No comments:
Post a Comment