Selamat Datang Di Blog REGGY GIFFARI ^-^ KEEP THE BLUE FLAG FLYING HIGH

Sunday, April 1, 2012

SISTEM PEREKONOMIAN INDONESIA

A.   Arti Sistem
Banyak ahli di berbagai disiplin ilmu mengemukakan pendapatnya mengenai arti sistem. Namun, apapun defenisinya suatu sistem perlu memiliki ciri sebagai berikut (suroso, 1993):
     Setiap sistem memiliki tujuan.
     Setiap sistem mempunyai ‘batas’ yang memisahkannya dari lingkungan.
     Walau mempunyai batas, sistem tersebut bersifat terbuka, dalam arti berinteraksi juga dengan lingkungannya.
     Suatu sistem dapat terdiri dari berbagai komponen, bagian, atau unsure-unsur, tidak berarti bahwa sistem tersebut merupakan sekedar kumpulan dari bagian-bagian, unsure, atau komponen tersebut, melainkan merupakan suatu kebulatan yang utuh dan padu, atau memiliki sifat ‘wholism’.
     Terdapat saling hubungan dan saling ketergantungan baik didalam sistem (intern) itu sendiri, maupun antara sistem dengan lingkungannya.
     Setiap sistem melakukan kegiatan atau proses transformasi atau proses mengubah masukan menjadi keluaran. Karena itulah maka sistem sering disebut juga sebagai ‘processor’ atau ‘transformator’.
     Di dalam setiap sistem terdapat mekanisme control dengan memanfaatkan tersedianya umpan balik.
     Karena adanya mekanisme control itu maka sistem mempunyai kemampuan mengatur diri sendiri dan menyesuaikan siri dengan lingkungannya atau keadaan secara otomatik.
 
B.   Perkembangan Sistem Perekonomian Pada Umumnya
Subsistem, itulah sistem perekonomian yang terjadi pada awal peradaban manusia. Dengan karakteristik perekonomian subsistem, orang melakukan kegiatan ekonomi dalam hal produksi, hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri atau kelompoknya saja. Dengan kata lain pada saat itu orang belum terlalu berpikir untuk melakukan kegiatan ekonomi untuk pihak lain, apalagi demi keuntungan. Kalaupun orang tersebut harus berhubungan dengan orang lain untuk mendapatkan barang lain, sifatnya adalah barter, untuk kepentingan masing-masing pihak.
Dengan semakin berkembangnya jumlah manusia beserta kebutuhannya, semakin dirasakan perlunya sistem perekonomian yang lebih teratur dan  terencana. Sistem barter tidak lagi dapat dipertahankan, mengingat hambatan-hambatan yang dihadapi, seperti:
     Sulitnya mempertemukan dua atau ebih pihak yang memiliki keinginan yang sama.
     Sulitnya menentukan nilai komoditi yang akan dipertukarkan.
     Sulitnya melakukan pembayaran yang tertunda.
     Sulitnya melakukan transaksi dengan jumlah besar.
Dengan hambatan-hambatan yang terjadi tersebut, mulailah para cendekiawan memikirkan sistem perekonomian lain yang lebih bermanfaat dan dapat digunakan oleh manusia. Hasil-hasil pemikiran para ahli itu adalah:
ð  Sistem Perekonomian Pasar (iberalisme/Kapitalisme)
Dalam bekerjanya sistem ini adalah asdanya kegiatan ‘invisible hand’ atau tangan-tangan  yang tidak kelihatan yang dicetuskan oleh ahli ekonomi Adam Smith. Dasar ini berasal dari paham kebebasan. Buku Adam Smith yang berjudul ‘The Theory of Sentiments’ menjadi kerangka  moral bagi ide-ide ekonominya (1759). Paham kebebasan ini sejalan dengan pandangan ekonomi klasik, dimana mereka menganut pahan ‘Laissez Faire’, yang meghendaki kebebasan melakukan kegiatan ekonomi, dengan seminim mungkin campur tangan pemerintah.
Kaum klasik berpendapat seperti itu, karena mereka menganggap bahwa keseimbangan ekonomi/pasar akan tercipta dengan sendirinya. Mekanisme pasarlah yang akan mengaturnya, kekuatan permintaan penawaranlah yang akan mewujudkannya. Dasar pemikiran kaum klasik tersebut adalah:
1.      Hukum ‘SAY’, yang mengatakan bahwa setiap kali komoditi yang diproduksi, tentulah ada yang membutuhkannya. Dengan hokum ini para pengusaha/produsen tidak perlu khawatir bahwa barang dagangannya akan sisa, karena berapapun yang ia produksi tentu akan digunakan oleh masyarakat.
2.      Harga setiap komoditi itu bersifat fleksibel. Dengan demikian keseimbangan akan selalu terjadi. Kalaupun terjadi ketidak seimbangan pasar (kekurangan atau kelebihan komoditi) itu hanya bersifat sementara, karena untuk selanjutnya keadan tersebut akan kembali dalam kondisi seimbang (equilibrium). Sebagai contoh produksi melimpah, menyebabkan harga komoditi bersangkutan menjadi murah. Karena harga sekarang menjadi murah, masyarakat berbondong-bondong untuk membelinya sehingga komoditi tersebut berkurang drastic. Dan karena komoditi yang sekarang menjadi sedikit maka harga akan naik kembali. Karena harga membaik, produsen akan meningkatkan produksinya dengan harapan akan mendapat keuntungan yang lebih besar. Karena produksi meningkat jumlah komoditi dipasar menjadi banyak sehingga perlahan-lahan harga bergerak turun, begitulah keadaan akan berlangsung. Dan dari kedua keadaan tersebut akan mengarah terjadinya keseimbangan pasar. Dengan demikian pemerintah tidak perlu ikut dalam proses tersebut.

Menurut kaum klasik, tugas pemerintah adalah:
Mengelola kegiatan yang tidak efisien jika ditangani oleh pihak swasta, sebagai missal mengelola pamong praja dan sejenisnya.
Membantu memperlancar dan menciptakan kondisi yang mendukung kegiatan ekonomi yang sedang berlangsung. Sebagai contoh membangun prasarana jalan agar transportasi menjadi lancer, mengeluarkan kebijaksanaan yang mendukung, dan sejenisnya.
Dengan kondisi perekonomian yang semacam itu, pemerintah memiliki tiga tugas yang sangat penting (suroso, 1993) yakni:
a.       Berkewajiban melindungi Negara ini dari kekerasan dan serangan Negara liberal lainnya.
b.      Melindungi setiap anggota masyarakat sejauh mungkin dari ketidak adilan atau penindasan oleh anggota masyarakat lainnya atau mendirikan badan hukum yang dapat diandalkan.
c.       Mendirikan dan memelihara beberapa institusi atau saran untuk umum yang tidak dapat dibuat oleh perorangan dikarenakan keuntungan yang didapat darinya terlalu kecil sehingga dapat menutupi biayanya. Dengan perkataan lain itu, kegiatan ekonomi diserahkan sepenuhnya kepada swasta.
Dengan terjadinya resesi dunia pada sekitar tahun 1930-an, kajayaan system ini seakan-akan berakhir. Dari kejadian itulah kemudian muncul pandangan-pandangan untuk memperbaiki system ini. Diantara para ahli yang cukup terkenal dan hingga sampai saat ini pandangannya masih relevan adalah J.M. Keynes, yang antara lain berpendapat bahwa Negara, yang merupakan suatu kekuatan diluar system liberalis ini haruslah ikut campur tangan dalam kegiatan ekonomi agar pekerjaan selalu tersedia badi semua warga.
Secara umum, kerakteristik system ekonomi liberal/kapitalisme adalah:
1.      Factor-faktor produksi ( tanah, modal, tenaga kerja, kewirausahawan) dimiliki dan dikuasai oleh pihak swasta.
2.      Pengambilan keputusan ekonomi bersifat desentralisasi, diserahkan kepada pemilik faktor produksi dan akan dikoordinir oleh mekanisme pasar yang berlaku.
3.      Rangsangan insentif atau umpan balik diberikan dalam bentuk utama materi sebagai sarana memotivasi para pelaku ekonomi.
4.      Proses bekerjanya system liberal/kapitalisme ini dapat dilihat pada gambar berikut:









Pasar Komoditi










Sektor rumah Tangga







Sektor Swasta














         



Pasar F. Produksi





ð  Sistem Perekonomian Perencanaan (Etatisme/Sosialis)
Pencetus ide mengenai system ekonomi etatisme adalah Karl Max, sebagai ulah para kaum kapitalis. Dalam sistem ini praktis kegiatan ekonomi sepenuhnya diatur dibawah kendali Negara. System ini dapat kita lihat pada Negara yang menganut paham komunisme, seperti uni soviet misalnya. Tahap-tahap ide etatisme/komunisme yang sempat muncul adalah tahap dimana prinsip ekonomi adalah setiap orang member (kepada masyarakat) menurut kemampuannya, dan setiap orang menerima sesuai dengan karyanya.
Tahap tersebut berkembang manjadi ‘setiap orang member sesuai dengan kemampuannya, dan setiap orang menerima menurut kebutuhannya’ dengan kata lain ‘distribusi menurut kebutuhannya’ (suroso, 1993).
Sistem sosialis sendiri terdiri dari:
Sistem sosialis pasar, dengan karakteristik:
Ø  Faktor-faktor produksi dimiliki dan dikuasai oleh pihak pemerintah/Negara.
Ø  Pengambilan keputusan ekonomi bersifat desentralisasi dengan dikoordinasi oleh pasar.
Ø  Rangsangan dan insentif diberikan berupa material dan moral, sebagai sarana motivasi bagi para pelaku ekonomi.
Sistem sosialil terencana (komunis), dengan karakteristik:
Ø   Faktor-faktor produksi dimiliki dan dikuasai oleh pihak pemerintah/Negara.
Ø  Pengambilan keputusan ekonomi bersifat sentralisasi dengan dikoordinasi secara terencana.
Ø  Rangsangan dan insentif diberikan berupa material dan moral, sebagai sarana motivasi bagi para pelaku ekonomi.
Dengan semakin berkembangnya kesadaran masyarakat dan tuntutan perekonomian internasional, tampaknya system sosialis terencana ini mulai ditinggalkan oleh penganutnya. Salah satu contoh adalah yang diawali oleh presiden rusia, Gorbachef dengan tindakan pembaharuannya. Dan akhir-akhir ini dengan mulai pecahnya Negara-negara berpaham komuinis, yang didalam perekonomiannya cenderung bersistem sosialis.

ð  Sistem Ekonomi Campuran
Sistem ekonomi campuran ini adalah merupakan kombinasi ‘logis’ dari ketidaksempurnaan kedua system ekonomi diatas (liberalism dan etatisme). Selain resesi dunia tahun 1930-an telah menjadi bukti ketidaksanggupan system liberalis, langah Gorbachev dan bubarnya kelompok Negara-negara komunis, menjadi bukti pula kerapuhan sistem etatisme.

Sistem campuran mencoba mengkombinasikan kebaikan dari kedua system tersebut, diantaranya menyarankan perlunya campur tangan pemerintah secara aktif dalam kebebasan pihak swasta dalam melaksanakan kegiatan ekonominya. Dengan keinginan seperti ini, banyak Negara kemudian memilih sistem ekonomi campuran ini. 

C.   Perkembangan Sistem Perekonomian Indonesia
01. Perkembangan Sistem Ekonomi Sebelum Orde Baru
Sejak berdirinya Negara Republik Indonesia, banyak sudah tokoh-tokoh Negara pada saat itu telah merumuskan bentuk perekonimuan yang tepat bagi bangsa Indonesia, baik secra individu maupun melalui diskusi kelompok.
Sevagai contoh, Bung Hatta sendiri, semasa hidupnya mencetuskan ide, bahwa dasar perekonomian Indonesia yang sesuai dengan cita-cita  tolong menolong adalah koperasi (Moh. Hatta dalam Sri-Edi Swasono, 1985), namun bukan berarti semua kegiatan ekonomi harus dilakukan secara koperasi, pemaksaan terhadp bentuk ini justru telah melanggar dasar ekonomi koperasi.
Demikian juga dengan tokoh ekonomi Indonsia saat itu, Sumitro Djojohadikusumo, dalam pidatonya di Negara Amerika tahun 1949, menegaskan bahwa yang dicita-citakanm adalah semacam ekonomi campuran. Namun demikian dalam proses perkembangan berikutnya disepakatilah suatu bentuk ekonomi baru yang dinamakan sebagai Sistem Ekonomi Pancasila yang didalamnya mengandung unsur penting yang disebut Demokrasi ekonomi.
Terlepas dari sejarah yang akan menceritakan keadaan yang sesungguhnya pernah terjadi di Indonesia, maka menurut UUD’45, system perekonomian tercermin dalam pasal-pasal 23, 27, dam 34.
Demokrasi ekonomi dipilih, karena memiliki cirri-ciri berdasar atas yang diantaranya adalah (suroso, 1993):
a)      Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
b)      Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai Negara.
c)      Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
d)     Sumber-sumber kekayaan dan keuangan Negara digunakan dengan pemufakatan lembaga-lembaga perwakilan rakyat, serta pengawasan terhadap kebijaksanaannya ada pada lembaga-lembaga perwakilan pula.
e)      Warga Negara memiliki kebebasan dan pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan masyarakat.
f)       Potensi, inisiatif dan daya kreasi setiap warga Negara dikembangkan sepenuhnya dalam batas-batas yang tidak merugikan kepentingan umum. Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara.

Dengan demikian didalam perekonomian Indonesia tidak mengijinkan adanya:
Free fiht liberalism è yakni adanya kebebasan usaha yang tidak terkendali sehingga memungkinkan terjadinya eksploitasi kaum ekonomi yang lemah, dengan akibat semakin bertambah luasnya jurang pemisah si kaya dan si miskin.
Etatisme è yakni ke ikut sertaan pemerintah yang terlalu dominan sehingga mematikan motivasi dan kreasi dari masyarakat untuk berkembang dan bersaing secara hebat.
Monopoli è suatu bentuk pemusatan kekuatan ekonomi pada sautu kelompok tertentu, sehingga tidak memberikan pilihan lain pada konsumen untuk tidak megikuti ‘keinginan sang monopoli’.
            Meskipun pada awal perkembangan perekonomian Indonesia mengnut system ekonomi pancasila, ekonomi demokrasi, dan mungkin campuran, namun bukan berarti system perekonomian liberalis dan etatisme tidak pernah terjadi di Indonesia. Awal tahun 1950-an sampai tahun 1957-an merupakan bukti sejarah adanya corak liberalis dalam perekonomian Indonesia. Demikian juga dengan etatisme, pernah juga mewarnai corak perekonomian di tahun 1960-an sampai dengan masa orde baru.
            Keadaan ekonomi Indonesia antara tahun 1950 sampai tahun 1965-an sebenarnya telah diisi dengan beberapa program dan rencana ekonomi pemerintah. Diantara program-program tersebut adalah:
ü  Program Banteng tahun 1950, yang bertujuan membantu pengusaha pribumi.
ü  Program/Sumitro Plan tahun 1951
ü  Rencana Lima Tahun Pertama, tahun 1955-1960
ü  Rencana Delapan Tahun

Namun demikian kesemua program dan terencana tersebut tidak memberikan hasil yang berarti begi perekonomian Indonesia. Beberapa factor yang menyebabkan kegagalan adalah:
v  Program-program tersebut disusun oleh tokoh-tokoh yang relatif bukan bidangnya, namun oleh tokoh politik, dengan demikian keputusan-keputusan yang dibuat cenderung menitik beratkan pada masalah politik, dan bukannya masalah ekonomi. Hal ini dapat dimengerti mengingat pada masa-masa ini kepentingan politik tampak lebih dominan, seperti mengembalikan Negara Indonesia ke Negara kesatuan, usaha mengembalikan irian barat, manumpas pemberontakan didaerah-daerah, dan masalah politik sejenisnya.
v  Akibat lanjut dari keadaan di atas, dana Negara yag seharusnya dialokasikan untuk kepentingan kegiatan ekonomi, justru dialokasikan untuk kepentingan politik dan perang.
v  Faktor berikutnya adalah, terlalu pendeknya masa kerja setiap cabinet yang dibentuk (sistem parlementer saat itu). Tercatat tidak kurang dari 13 kali cabinet berganti saat itu. Akibatnya program-program dan rencana ekonomi yang telah disusun masing-masing kebinet tidak dapat dijalankan dengan tuntas, kalau tidak ingin disebut tidak sempat berjalan.
v  Disamping itu program dan rencana yang disusun kurang memperhatikan potensi dan aspirasi dari berbagai pihak. Disamping keputusan individu/pribadi, dan partai lebih dominan dari pada kepentingan pemerintah dan Negara.
v  Adanya kecenderungan terpengaruh untuk menggunakan sistem perekonomian yang tidak sesuai dengan kondisi  masyarakat Indonesia (liberalis, 1950-1957 dan etatisme, 1958-1965).
Akibat yang ditimbulkan dari system etatisme yang pernah ‘terjadi’ di Indonesia pada periode tersebut dapat dilihat pada bukti-bukti berikut:
ü  Semakin rusaknya sarana-sarana produksi dan komunikasi, yang membawa dampak menurunnya nilai eksport kita.
ü  Hutang luar negri yang justru dipergunakan untuk proyek ‘Mercusuar”.
ü  Deficit anggaran Negara yang makin besar, dan justru ditutup dengan mencetak uang baru, sehingga inflasi yang tinggi tidak dapat dicegah kembali.
ü  Keadaan tersebut masih diperparah dengan laju pertumbuhan penduduk 2.8% yang lebih besar dari laju pertumbuhan ekonomi saat itu, yaitu sebesar 2.2%.

02. Perkembangan Sistem Ekonomi Indonesia Setelah Orde Baru
Iklim kebangsaan setelah orde baru menunjukkan suatu kondisi yang sangat mendukung untuk mulai dilaksanakannya sistem ekonomi yang sesungguhnya diinginkan rakyat Indonesia. Setelah melalui masa-masa penuh tantangan pada periode 1945 sampai 1965, semua tokoh Negara yang duduk dalam pemerintahan sebagai wakil rakyat sepakat untuk kembali menempatkan system ekonomi kita pada nilai-nilai yang telah tersirat dalam UUD 1945. Dengan demikian system demokrasi ekonomi dan system ekonomi pancasila kembali satu-satunya acuan bagi pelaksanaan semua kegiatan ekonomi selanjutnya.
Awal orde baru diwarnai dengan masa-masa rehabilitasi, perbaikan, hamper diseluruh sektor kehidupan, tidak terkecuali sektor ekonomi, rehabilitasi ini terutama ditujukan untuk:
·         Membersihkan segala aspek kehidupan dari sisa-sisa paham dan system perekonomian yang lama (liberal/kapitalis dan etatisme/komunis).
·         Menurunkan dan mengendalikan laju inflasi yang saat itu sangat tinggi, yang berakibat terhambatnya proses penyembuhan dan menigkatkan kegiatan ekonomi secara umum.
Tercatat bahwa:
Ø  Tingkat inflasi tahun 1966 sebesar 650%
Ø  Tingkat inflasi tahun 1967 sebesar 120%
Ø  Tingkat inflasi tahun 1968 sebesar 85%
Ø  Tingkat inflasi tahun 1969 sebesar 9.9%
Dari data di atas, menjadi jelas, mengapa rencana pembangunan lima tahun pertama (REPELITA I) baru dimulai pada tahun 1969.

D.   Para Pelaku Ekonomi di Indonesia
Jika dalam ilmu ekonomi mikro kita mengenal tiga pelaku ekonomi, yaitu:
À      Pemilik factor produksi
À      Konsumen
À      Produsen
Dan jika dalam ilmu ekonomi makro kita mengenal empat pelaku ekonomi:
À      Sektor rumah tangga
À      Sektor swasta
À      Sektor pemerintah
À      Sektor luar negri

Maka dalam perekonomian Indonesia dikenal tiga pelaku ekonomi pokok (sering disebut sebagai agen-agen pemerintah dalam pembangunan ekonomi), yakni:


Sesuai dengan konsep Trilogi Pembangunan (pertumbuhan, pemerataan, dan kestabilan ekonomi), maka masing-masing pelaku tersebut memiliki prioritas fungsi sebagai berikut:
Koperasi
Pemerataan hasil ekonomi pertumbuhan kegiatan ekonomi kestabilan yang mendukung kegiatan ekonomi.
Swasta
Pertumbuhan kegiatan ekonomi pemerataan hasil ekonomi kestabilan yang mendukung kegiatan ekonomi.
Pemerintah BUMN
Kestabilan yang mendukung kegiatan ekonomi pemerataan hasil ekonomi pertumbuhan kegiatan ekonomi.

sumber :  http://innocent-paparazzi.blogspot.com/2011/07/makalah-sistem-perekonomian-indonesia.html#!/2011/07/makalah-sistem-perekonomian-indonesia.html
 

No comments:

Post a Comment