Pengertian
Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN),
adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia yang disetujui
oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi
daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran
negara selama satu tahun anggaran (1 Januari – 31 Desember). APBN, Perubahan APBN, dan
Pertanggungjawaban APBN setiap tahun ditetapkan dengan Undang-Undang.
Belanja Negara
Belanja terdiri atas dua jenis:
- Belanja Pemerintah Pusat, adalah belanja yang digunakan untuk membiayai kegiatan pembangunan Pemerintah Pusat, baik yang dilaksanakan di pusat maupun di daerah (dekonsentrasi dan tugas pembantuan). Belanja Pemerintah Pusat dapat dikelompokkan menjadi: Belanja Pegawai, Belanja Barang, Belanja Modal, Pembiayaan Bunga Utang, Subsidi BBM dan Subsidi Non-BBM, Belanja Hibah, Belanja Sosial (termasuk Penanggulangan Bencana), dan Belanja Lainnya.
- Belanja Daerah, adalah belanja yang dibagi-bagi ke Pemerintah Daerah, untuk kemudian masuk dalam pendapatan APBD daerah yang bersangkutan. Belanja Daerah meliputi:
- Dana Bagi Hasil
- Dana Alokasi Umum
- Dana Alokasi Khusus
- Dana Otonomi Khusus.
Pembiayaan
Pembiayaan
meliputi:
- Pembiayaan Dalam Negeri, meliputi Pembiayaan Perbankan, Privatisasi, Surat Utang Negara, serta penyertaan modal negara.
- Pembiayaan Luar Negeri, meliputi:
- Penarikan Pinjaman Luar Negeri, terdiri atas Pinjaman Program dan Pinjaman Proyek.
- Pembayaran Cicilan Pokok Utang Luar Negeri, terdiri atas Jatuh Tempo dan Moratorium.
Fungsi
Fungsi Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN)
adalah sebagai berikut:
- Fungsi alokasi, yaitu penerimaan yang berasal dari pajak dapat dialokasikan untuk pengeluaran yang bersifat umum, seperti pembangunan jembatan, jalan, dan taman umum.
- Fungsi distribusi, yaitu pendapatan yang masuk bukan hanya digunakan untuk kepentingan umum,tetapi juga dapat dipindahkan untuk subsidi dan dana pensiun.
- Fungsi stabilisasi, yaitu Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) berfungsi sebagai pedoman agar pendapatan dan pengeluaran keunagn negara teratur sesuai dengan di terapkan.Jika pemndapatan dipakai sesuai dengan yang di terapkan, Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) berfungsi sebagai stabilisator.
Relasi ekonomi antara pemerintah dengan perusahaan
dan rumah tangga terutama melalui pembayaran pajak dan gaji, pengeluaran
konsumsi, dan pemberian subsidi seperti diilustrasikan secara
sederhana pada gambar di bawah ini :
Tujuan kebijakan
fiskal adalah kestabilan ekonomi yang lebih mantap artinya tetap
mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi yang layak tanpa adanya pengangguran
yang berarti atau adanya ketidakstabilan harga-harga umum. Dengan kata lain, tujuan
kebijakan fiskal adalah pendapatan nasional riil terus meningkat pada laju
yang dimungkinkan oleh perubahan teknologi dan tersedianya faktor-faktor
produksi dengan tetap mempertahankan kestabilan harga-harga umum (Sumarmoko,
1992).
Perhitungan
Kebijakan
fiskal tercermin pada volume APBN yang dijalankan
pemerintah, karena APBN memuat rincian seluruh penerimaan dan
pengeluaran pemerintah. Dengan demikian APBN dipakai oleh pemerintah sebagai alat
stabilisasi ekonomi. Anggaran yang tidak seimbang
akan bisa berpengaruh terhadap pendaptan nasional. Perubahan pendapatan
nasional (tingkat penghasilan) akan ditentukan oleh besarnya angka multplier
(angka pengganda). Angka pengganda ditentukan oleh besarnya marginal
propensity to consume investasi (I) dan konsumsi ( C )
adalah 1/(1-MPC), sedangkan untuk lump-sum tax (Tx) dan
pembayaran transfer (Tr) adalah MPC/(1-MPC).
A. PERKEMBANGAN DANA PEMBANGUNAN DI INDONESIA
Dari segi perencanaan
pembangunan di Indonesia, APBN adalah konsep perencanaan pembangunan yang
memiliki jangka pendek, karena iyulah APBN selalu disususn setiap tahun.
Maka secara gari besar APBN terdiri dari pos – pos seperti dibawah ini :
• Dari sisi penerimaan, terdiri dari pos penerimaan dalam negeri dan penerimaan pembangunan
• Sedangkan dari sisi pengeluaran terdiri dari pos pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan
APBN disusun agar pengalokasian dana pembangunan dapat berjalan dengan memperhatikan prinsip berimbang dan dinamis. Hal tersebut perlu diperhatikan mengingat tabungan pemerintah yang berasal dari selisih antara penerimaan dalam negeri dengan pengeluaran rutin, belum sepenuhnya menutupi kbutuhan biaya pembangunan di Indonesia.
Meskipun dari PELITA ke PELITA jumlah tabungan pemerintah sebagia sumber pembiayaan pembangunan terbesar, terus mengalami peningkatan namun kontribusinya terhadap keseluruhan dana pembangunan yang dibutuhkan masih jauh dari yang diharapkan. Dengan kata lain ketergantungan dana pembangunan terhadap sumber lain, dalam hal ini pinjamanan luar negeri masih cukup besar. Namun demikian mulai tahun terakhir PELITA, prosentase tabungan pemerintah sudah mulai lebih besar dibanding pinjaman luar negeri. Hal ini tidak terlepas dari peranan sektor migas yang saat itu sangat dominan, serta dengan dukungan beberapa kebijakan pemerintah dalam masalah perpajakan dan upaya peningkatan penerimaan negara lainnya. Untuk menghindari terjadinya deficit anggaran pembangunan, Indonesia masih mengupayakan sumber dana dari luar negeri, dan meskipun IGGI ( Inter Govermmental Group on Indonesia ) bukan lagi menjadi forum Internasional yang secara formal membantu pembiayaan pembangunan di Indonesia, namun dengan lahirnya CGI ( Consoltative Group on Indonesia ) kebutuhan pinjaman luar negeri sebagai dana pembangunan masih dapat diharapkan. Yang perlu diingat bahwa sebaiknya pinjaman tersebut ditempatkan sebagai pelengkap pembangunan dan peran tabungan pemerintahlah yang tetap harus dominan, bukan sebaliknya
Maka secara gari besar APBN terdiri dari pos – pos seperti dibawah ini :
• Dari sisi penerimaan, terdiri dari pos penerimaan dalam negeri dan penerimaan pembangunan
• Sedangkan dari sisi pengeluaran terdiri dari pos pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan
APBN disusun agar pengalokasian dana pembangunan dapat berjalan dengan memperhatikan prinsip berimbang dan dinamis. Hal tersebut perlu diperhatikan mengingat tabungan pemerintah yang berasal dari selisih antara penerimaan dalam negeri dengan pengeluaran rutin, belum sepenuhnya menutupi kbutuhan biaya pembangunan di Indonesia.
Meskipun dari PELITA ke PELITA jumlah tabungan pemerintah sebagia sumber pembiayaan pembangunan terbesar, terus mengalami peningkatan namun kontribusinya terhadap keseluruhan dana pembangunan yang dibutuhkan masih jauh dari yang diharapkan. Dengan kata lain ketergantungan dana pembangunan terhadap sumber lain, dalam hal ini pinjamanan luar negeri masih cukup besar. Namun demikian mulai tahun terakhir PELITA, prosentase tabungan pemerintah sudah mulai lebih besar dibanding pinjaman luar negeri. Hal ini tidak terlepas dari peranan sektor migas yang saat itu sangat dominan, serta dengan dukungan beberapa kebijakan pemerintah dalam masalah perpajakan dan upaya peningkatan penerimaan negara lainnya. Untuk menghindari terjadinya deficit anggaran pembangunan, Indonesia masih mengupayakan sumber dana dari luar negeri, dan meskipun IGGI ( Inter Govermmental Group on Indonesia ) bukan lagi menjadi forum Internasional yang secara formal membantu pembiayaan pembangunan di Indonesia, namun dengan lahirnya CGI ( Consoltative Group on Indonesia ) kebutuhan pinjaman luar negeri sebagai dana pembangunan masih dapat diharapkan. Yang perlu diingat bahwa sebaiknya pinjaman tersebut ditempatkan sebagai pelengkap pembangunan dan peran tabungan pemerintahlah yang tetap harus dominan, bukan sebaliknya
B.
Proses Penyusunan Anggaran
Pada tahap awal penyusunan anggaran, Pemerintah Pusat menyampaikan pokok-pokok kebijakan fiskal dan
kerangka ekonomi makro tahun anggaran
berikutnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) selambat-lambatnya pertengahan
bulan Mei tahun berjalan.
Berdasarkan hasil pembahasan kerangka ekonomi makro
dan pokok-pokok kebijakan fiskal,
Pemerintah Pusat bersama DPR membahas kebijaksanaan umum dan prioritas anggaran
untuk dijadikan acuan bagi setiap kementerian negara/lembaga
dalam penyusunan usulan anggaran.
Dalam rangka penyusunan rancangan APBN,
menteri/pimpinan lembaga
selaku pengguna anggaran/pengguna barang
menyusun rencana kerja dan anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-KL)
tahun berikutnya. RKA-KL disusun berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai,
disertai dengan perkiraan belanja untuk tahun berikutnya setelah tahun anggaran
yang sedang disusun. RKA-KL tersebut disampaikan kepada DPR untuk dibahas dalam
pembicaraan pendahuluan rancangan APBN. Hasil pembahasan RKA-KL disampaikan
kepada Menteri Keuangan sebagai
bahan penyusunan rancangan undang-undang
tentang APBN tahun berikutnya.
Penyusunan rencana kerja mengacu
kepada Peraturan
Pemerintah Nomor 20 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah
dan Peraturan
Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 tentang RKA-KL. Penyusunan rencana kerja kementerian negara/lembaga
untuk periode satu tahun dituangkan dalam RKA-KL. Untuk selanjutnya, petunjuk
teknis penyusunan RKA-KL ditetapkan setiap tahun melalui Keputusan Menteri Keuangan.
Reformasi di bidang penyusunan
anggaran juga diamanatkan dalam Undang-undang 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang memuat berbagai perubahan mendasar dalam
pendekatan penyusunan anggaran. Perubahan mendasar tersebut, meliputi
aspek-aspek penerapan pendekatan penganggaran dengan prospektif jangka menengah (medium term
expenditure framework), penerapan penganggaran secara terpadu (unified budget), dan
penerapan penganggaran berdasarkan kinerja (performance budget).
Dengan menggunakan pendekatan penyusunan anggaran tersebut, maka penyusunan rencana kerja dan anggaran diharapkan akan semakin menjamin peningkatan
keterkaitan antara proses perencanaan
dan penganggaran (planning and budgeting).
Pemerintah Pusat mengajukan Rancangan Undang-undang (RUU) tentang APBN
tahun berikutnya disertai dengan nota keuangan
dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPR pada bulan Agustus. Pembahasan RUU APBN dilakukan
sesuai dengan undang-undang yang mengatur susunan dan kedudukan DPR. Dalam
pembahasan ini DPR dapat mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah
penerimaan dan pengeluaran dalam rancangan undang-undang tentang APBN.
Pengambilan keputusan oleh DPR mengenai RUU APBN dilakukan selambat-lambatnya
dua bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan. APBN yang
disetujui oleh DPR terinci dalam dengan unit organisasi, fungsi, subfungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja.
Apabila DPR tidak menyetujui rancangan undang-undang tentang APBN yang diajukan
pemerintah, maka pemerintah dapat melakukan pengeluaran setinggi-tingginya
sebesar angka APBN tahun anggaran
sebelumnya.
Setelah APBN ditetapkan dengan
undang-undang, rincian pelaksanaan APBN dituangkan lebih lanjut dengan
Peraturan Presiden tentang Rincian APBN.
Selanjutnya, Menteri Keuangan
memberitahukan kepada menteri/pimpinan lembaga
agar menyampaikan dokumen pelaksanaan anggaran
untuk masing-masing kementerian negara/lembaga.
Menteri/pimpinan lembaga menyusun dokumen pelaksanaan anggaran untuk
kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya, berdasarkan alokasi anggaran
yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden tentang Rincian APBN. Dokumen
pelaksanaan anggaran terurai dalam sasaran yang hendak
dicapai, fungsi, program, dan rincian kegiatan anggaran yang disediakan untuk
mencapai sasaran tersebut, dan rencana penarikan dana tiap-tiap satker, serta pendapatan
yang diperkirakan.
C. PERKIRAAN PENERIMAAN NEGARA
Secara
garis besar sumber penerimaan negara berasal dari :
a.
Penerimaan dalam negeri
Pertama, penerimaan dalam negeri, untuk tahun-tahun awal setelah masa pemerintahan Orde Baru masih cukup menggantungkan pada penerimaan dari ekspor minyak bumi dan gas alam. Hal ini dapat dilihat dalam tabel 5.2 berikut ini :
Tabel 5.2
Perbandingan Sumber Penerimaan Dalam Negeri PELITA I – III
(dalam prosentase)
Periode Penerimaan Dari Sektor Migas Penerimaan Dari Sektor Non Migas Penerimaan Bukan Pajak Penerimaan Total
PELITA I
1969/70 – 1973/74 35,7% 59,3% 5,0% 100 %
PELITA II
1974/75 – 1978/79 55,1 40,7 4,2 100
PELITA III
1979/80 – 1983/84 67,2 29,6 3,2 100
Pertama, penerimaan dalam negeri, untuk tahun-tahun awal setelah masa pemerintahan Orde Baru masih cukup menggantungkan pada penerimaan dari ekspor minyak bumi dan gas alam. Hal ini dapat dilihat dalam tabel 5.2 berikut ini :
Tabel 5.2
Perbandingan Sumber Penerimaan Dalam Negeri PELITA I – III
(dalam prosentase)
Periode Penerimaan Dari Sektor Migas Penerimaan Dari Sektor Non Migas Penerimaan Bukan Pajak Penerimaan Total
PELITA I
1969/70 – 1973/74 35,7% 59,3% 5,0% 100 %
PELITA II
1974/75 – 1978/79 55,1 40,7 4,2 100
PELITA III
1979/80 – 1983/84 67,2 29,6 3,2 100
Namun
dengan mulai tidak menentukannya harga minyak dunia maka mulai disadari bahwa
ketergantungan penerimaan dari sekto migas perlu dikurangi. Untuk keperluan
itu, maka pemerintah menempuh beberapa kebijaksanaan diantaranya :
• Deregulasi Bidang Perbankan (1 Juni 1983), yakni dengan mengurangi peran bank sentral, serta lebih memberi hak kepada bank pemerintah maupun swasta untuk menentukkan suku bunga deposito dan pinjaman sendiri. Dampak dari deregulasi ini adalah meningkatkan tabugan masyarakat.
• Deregulasi Bidang Perpajakan (UU baru, 1 Januari 1984), untuk memperbaiki penerimaan negara.
• Kebijaksanaan – kebijaksanaan selanjutnya dapat menciptakan iklim usaha yang lebih sehat dan mantap.
• Deregulasi Bidang Perbankan (1 Juni 1983), yakni dengan mengurangi peran bank sentral, serta lebih memberi hak kepada bank pemerintah maupun swasta untuk menentukkan suku bunga deposito dan pinjaman sendiri. Dampak dari deregulasi ini adalah meningkatkan tabugan masyarakat.
• Deregulasi Bidang Perpajakan (UU baru, 1 Januari 1984), untuk memperbaiki penerimaan negara.
• Kebijaksanaan – kebijaksanaan selanjutnya dapat menciptakan iklim usaha yang lebih sehat dan mantap.
b.
Penerimaan Pembangunan
Meskipun telah ditempuh berbagai upaya untuk meningkatkan tabungan pemerintah, namun karena laju pembangunan yang demikian cepat, maka dana tersebut masih perlu dilengkapi dengan dan ditunjang dengan dana yang berasal dari luar negeri (hutang bagi Indonesia) tersbut makin meningkat jumlahnya, namun selalu diupayakan suatu mekanisme pemanfaatan dengan perioritas sektor – sektor yang lebih produktif. Dengan demikian bantuan luar negeri tersebut dapat dikelola dengan baik (terutama dalam hal pengembalian cicilan pokok dan bunganya)
Meskipun telah ditempuh berbagai upaya untuk meningkatkan tabungan pemerintah, namun karena laju pembangunan yang demikian cepat, maka dana tersebut masih perlu dilengkapi dengan dan ditunjang dengan dana yang berasal dari luar negeri (hutang bagi Indonesia) tersbut makin meningkat jumlahnya, namun selalu diupayakan suatu mekanisme pemanfaatan dengan perioritas sektor – sektor yang lebih produktif. Dengan demikian bantuan luar negeri tersebut dapat dikelola dengan baik (terutama dalam hal pengembalian cicilan pokok dan bunganya)
D. PERKIRAAN PENGELUARAN NEGARA
Secara garis besar, ppengeluaran negara dikelompokan menjadi 2 yakni :
v Pengeluaran Rutin
Pengeluaran rutin negara, adalah pengeluaran yang dapat dikatakan selalu adalah dan telah terencana sebelumnya secara rutin, diantaranya :
c. Pengeluaran untuk belanja pegawai
d. Pengeluaran untuk belanja barang
e. Pengeluaran subsidi daerah otonom
f. Pengeluaran untuk membayar bunga dan cicilan hutang
g. Pengeluaran lainnya
v Pengeluaran
pembangunan
Secara garis besar, yang termasuk dalam pengeluaran pembangunan diantaranya adalah :
• Pengeluaran pembangunan untuk berbagai departemen / lembaga negara, diantaranya untuk membiayai proyek – proyek pembangunan sektoral yang menjadi tanggung jawab masing – masing departemen / negara bersangkutan.
• Pengeluaran pembangunan untuk anggaran pembangunan daerah (Dati I dan II)
• Pengeluaran pembangunan lainnya.
Secara garis besar, yang termasuk dalam pengeluaran pembangunan diantaranya adalah :
• Pengeluaran pembangunan untuk berbagai departemen / lembaga negara, diantaranya untuk membiayai proyek – proyek pembangunan sektoral yang menjadi tanggung jawab masing – masing departemen / negara bersangkutan.
• Pengeluaran pembangunan untuk anggaran pembangunan daerah (Dati I dan II)
• Pengeluaran pembangunan lainnya.
E. DASAR PERHITUNGAN PERKIRAAN PENERIMAAN
NEGARA
Untuk memperoleh hasil perkiraan penerimaan negara, ada beberapa hal pokok yang harus diperhatikan. Hal – hal tersebut adalah :
1. Penerimaan Dalam Negeri Dari Migas
Faktor-faktor yang dipertimbangkan adalah :
• Produksi minyak rata-rata perhari
• Harga rata-rata ekspor minyak mentah
2. Penerimaan Dalam Negeri Diluar Migas
Faktor-faktor yang dipertimbangkan adalah :
• Pajak penghasilan
• Pajak pertambahan nilai
• Bea masuk
• Cukai
• Pajak ekspor
• Pajak bumi dan banguan
• Bea materai
• Pajak lainnya
• Penerimaan bukan pajak
• Penerimaan dari hasil penjualan BBM
Faktor-faktor yang dipertimbangkan adalah :
• Pajak penghasilan
• Pajak pertambahan nilai
• Bea masuk
• Cukai
• Pajak ekspor
• Pajak bumi dan banguan
• Bea materai
• Pajak lainnya
• Penerimaan bukan pajak
• Penerimaan dari hasil penjualan BBM
3.
Penerimaan Pembangunan
Terdiri dari penerimaan bantuan program dan bantuan proyek
Terdiri dari penerimaan bantuan program dan bantuan proyek
No comments:
Post a Comment